MyLife

Indahnya Kehidupan

PENDIDIKAN
Reformasi dalam Kegiatan Pembelajaran Agama

Rosidah, A.Ma. *)

BERDASAR pada UUD 1945, tujuan pendidikan nasional untuk menjadikan manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Sebagai salah satu realisasinya, setiap mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik diharapkan mampu mendukung terciptanya tujuan tersebut di setiap mata pelajaran dengan karakter yang khas.

Di sini seorang guru dituntut mampu mengajar di sekolah dengan memanfaatkan setiap mata pelajaran yang diberikan kepada siswa. Selain itu mengarahkan siswa kepada penekanan keyakinan dan kebenaran ajaran agama serta mengamalkan ajaran agama secara ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kata lain, menjadikan ajaran agama sebagai basic reference seluruh kegiatan pendidikan, diharapkan setiap satuan pendidikan memberikan kontribusinya bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang lebih agamais dan bermoral. Ini pun akan menghilangkan kesan ambivalensi antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan yang lain.

Untuk mendukung tujuan Pendidikan Nasional tersebut, pemerintah telah mengeluarkan UUD No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pada Pasal 55 masyarakat diberi kesempatan menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Jadi penyelenggaraan satuan pendidikan seperti pendidikan umum, misalnya SD, SMP, SMA dapat memberikan corak keagamaan pada semua kegiatan pendidikannya. Apalagi sekolah yang memiliki latar belakang kesejarahan dan keyakinan dari ajaran agama Islam yang dianutnya seperti madrasah dan pondok pesantren.

Madrasah yang merupakan salah satu satuan pendidikan diharuskan mampu menciptakan suasana keagamaan dengan menjalankan sikap dan perilaku yang mencerminkan ajaran agama baik hubungannya dengan Sang Khalik, maupun antarsesama manusia dan lingkungannya.

Jika di sekolah sudah diajarkan agar menciptakan kehidupan yang agamais, diharapkan kebijakan-kebijakan yang adapun seharusnya mendukung. Akan tetapi, faktanya sampai sekarang masih ada ketidakkonsistenan antara visi dan misi madrasah yang merupakan sekolah umum bercirikan khas agama Islam dengan kebijakan-kebijakan yang terkadang sangat jauh dari visi dan misi serta tujuan pendirian madrasah.

Sebagai contoh siswa sudah diajarkan tentang wajibnya menutup aurat bagi seorang wanita. Lalu guru juga sudah menganjurkan siswanya merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, ketika akhir tahun pelajaran siswa tersebut akan mengikuti ujian nasional dan ujian akhir sekolah (UN dan UAS), para guru dibuat bingung lagi dengan keluarnya kebijakan bahwa pas foto peserta UN/UAS harus terlihat telinganya dan mencopot jilbabnya.

Padahal di sekolah-sekolah umum, baik SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Kita bisa lihat dan saksikan dengan mudah banyak anak-anak saleh yang komitmen yang berjilbab, menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas hingga diterima menjadi PNS atau bekerja di sebuah perusahaan ternama.

Kalau Departemen Agama (Depag) mengeluarkan aturan foto untuk ijazah, madrasah ibtidaiah (MI), madrasah tsanawiah (MTs), madrasah aliah (MA) atau perguruan tinggi agama Islam (PTAI) bagi wanita harus mencopot jilbabnya, itu pertanda atau cerminan bahwa Depag tidak konsisten terhadap pendidikan agama. Logo "Ikhlas Beramal" Depag ternyata hanya slogan tanpa makna, korupsi, kolusi, ternyata justru banyak terjadi di sana.

Hambatan dakwah ternyata justru datang dari umat Islam sendiri. Banyak kebijakan dan contoh yang kurang mendukung dalam melaksanakan syiar dan ajaran agama, sebagai implementasi terhadap tujuan pendidikan nasional, yakni membentuk insan yang beriman dan bertakwa.

Di satu sisi diajarkan untuk taat. Di sisi lain institusi yang harusnya jadi contoh justru melanggarnya atau meninggalkannya tanpa alasan yang syar'i. Di mana letak kesigohan/komitmen dalam mengamalkan agama.

Harus ada reformasi kebijakan dan keteladanan dalam pembelajaran agama Islam. Komitmen dan keteladanan adalah kata kunci untuk membentuk SDM yang berkualitas dan bermoral. Jika tidak, akan muncul perilaku sesat dan menyimpang, banyak "badut" agama gentayangan.

Agama hanya sekadar pengetahuan (kognitif) tanpa ruh dan amal. Banyak, bisa dilihat pengetahuan agama luar biasa tapi nol amalnya.

Selain itu dalam pembelajaran yang harus kontekstual dengan metode ilmiah, pendekatan lingkungan dapat dikembangkan hampir di semua mata pelajaran. Rasa ingin tahu siswa akan tersalurkan dengan benar karena lingkungan di sekitarnya bisa diteladani.

Dengan demikian, perilaku sesat, menyimpang tidak mungkin akan ada. Pada akhirnya generasi yang berkualitas, berakhlak, dan bermoral akan terwujud seperti yang diisyaratkan dalam tujuan pendidikan nasional. Wallahualam bissawab.

*) Penulis Guru MIN Rajabasa, Lampung Selatan/Biro Pendidikan dan Dakwah Salimah Lampung Selatan

0 komentar:

Posting Komentar