MyLife

Indahnya Kehidupan

Written by webmaster
Jan 10, 2008 at 09:32 PM

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Di Indonesia sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Bahkan pada puncak acara peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak Indonesia (Direktorat PAUD, 2004).



PAUD Berbasis Aqidah Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam,(2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.

Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.

Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri- ciri yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya.

Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu, implementasi pendidikan anak usia dini adalah PAUD BAI.

Pihak-Pihak yang Berperan dalam PAUD

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing?masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi.

Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi masyarakat seperti majelis ta’lim, mempunyai peran dalam melahirkan generasi berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar. Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas, generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi.

Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar?besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.

Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara?cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka tidak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggungjawab negara.

KabarIndonesia - “Ma….Rico nggak masuk sekolah ya….Rico pusing,” kata Rico pada Mamanya saat beberapa menit hendak berangkat sekolah. Keluhan ini muncul sudah beberapa kali dan selalu mendekati waktu akan berangkat sekolah. Rico adalah siswa kelas 6 Sekolah Dasar di sebuah sekolah favorit di Yogyakarta. Sudah hamper dua bulan Rico berperilaku seperti itu, menolak untuk berangkat ataupun masuk sekolah. Kalaupun sudah sampai sekolah, Rico ingin pulang ke rumah.

Penolakan untuk ke sekolah adalah sebuah wacana pendidikan yang memang ada dan harus menjadi perhatian bersama. Anak-anak yang menolak untuk masuk sekolah kadangkala oleh orang dewasa diasumsikan bahwa dia anak malas dan hanya ingin membolos. Tetapi penolakan anak merupakan salah satu sinyal penting bagi kita. Menolak sekolah atau disebut juga school refusal adalah permasalahan yang memberikan tekanan yang besar terhadap anak, orang tua, dan staf sekolah. Kegagalan hadir untuk sekolah memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang yang signifikan terhadap perkembangan sosial, emosional, dan perkembangan pendidikan pada anak. Misalnya, prestasi anak menjadi merosot dan mengalami kegagalan pada berbagai mata pelajaran sehingga dapat mengancam keberlangsungan anak untuk bersekolah.

Meskipun munculnya kesulitan secara emosional untuk hadir ke sekolah menjadi label yang biasa muncul bagi school refusal, digambarkan anak juga menunjukkan gangguan emosional yang signifikan mempengaruhi kehadirannya, misalnya dengan ketakutan yang besar, tantrum atau rewel, atau mengeluh mengenai perasaan yang tidak enak. Selama jam sekolah anak memilih berada di rumah dengan diketahui oleh orang tua atas ketidakhadiran mereka. Kebanyakan anak-anak yang mengalami school refusal tingkat kecerdasannya berada di atas rata-rata, yang menunjukkan bahwa tidak mengalami masalah akademik jika tidak muncul masalah tersebut. Ketakutan berada di sekolah mungkin berkaitan dengan pengalaman anak ketika pertama kali meninggalkan rumah, terlibat dengan dengan anak lain yang tidak dikenal, mengalami ancaman terhadap kegagalan.

Beberapa anak merasa takut ke sekolah karena mereka takut menjadi bahan tertawaan, ejekan, atau bullying dari anak yang lainnya, atau mendapat kritikan atau pendisiplinan dari guru. Disfungsi dalam keluarga juga dapat menjadi penyebab munculnya masalah ini. Misalnya adalah adanya ketergantungan yang tinggal pada anak, adanya kedekatan yang sedikit dalam keluarga, atau keluarga yang terisolasi dari kehidupan orang lain atau tingginya konflik dalam keluarga. Sehingga, dampak dari semua peristiwa yang tidak mengenakan bagi anak pada akhirnya memunculkan perilaku menolak sekolah yang memberikan dampak baik jangka pendek maupun panjang dalam dunia akademik si anak. School refusal menunjukkan ketidakhadiran anak yang hampir sama dengan membolos, tetapi terdapat perbedaan kriteria yaitu:

School Refusal kriterianya;
- Adanya beberapa tekanan emosional berkaitan dengan kehadiran ke sekolah; meliputi kecemasan, temper tantrum, depresi, atau gejala somatik.
- Orang menyadari adanya ketidakhadiran ke sekolah; anak biasanya mencoba untuk membujuk orang tua untuk menemani mereka di rumah dan orang tahu mengenai ketidakhadiran anak
- Tidak terlibat dalam perilaku anti sosial yang signifikan seperti kenakalan.
- Selama waktu sekolah, anak biasanya tinggal di rumah karena merasa lingkungan rumah lebih aman dan nyaman.
- Anak memiliki keinginan untuk menyelesaikan tugas sekolah dan melengkapi pekerjaan sekolah di rumah.

Membolos kriterianya;
- Kecemasan yang tidak berlebihan atau ketakutan yang tidak berlebihan terhadap kehadiran ke sekolah.
- Anak biasanya menyembunyikan ketidakhadiran dari orang tuanya.
- Sering melakukan perilaku anti sosial meliputi kenakalan dan aktivitas merusak (mencuri, berbohong. Biasanya masuk dalam kelompok yang anti sosial).
- Selama jam sekolah, anak lebih sering tidak berada di rumah.
- Kurangnya ketertarikan terhadap pekerjaan rumah dan ketidakinginan untuk terlibat dalam bidang akademik dan perilaku yang diharapkan.

Penolakan anak untuk sekolah merupakan masalah yang perlu digali lebih dalam sehingga dapat ditemukan penyebab dan dapat dilakukan penanganan yang tepat. Sehingga, anak dapat berfungsi secara maksimal dan potensi anak dapat berkembang dengan baik. Ketakutan atau kecemasan anak untuk hadir di sekolah dapat berkurang atau bahkan hilang sehingga ia dapat beraktivitas dengan baik. Mereka tidak lagi mengalami ketinggalan pelajaran dari anak-anak yang lainnya.

Madu dan gizi balita

By admin on April 26th, 2008

madu-dan-gizi-balitaBalita Anda susah makan? Sebelum menderita kurang gizi, beri dia madu setiap hari. Dari penelitian terbukti, madu bisa menambah nafsu makan, menurunkan tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek, di samping itu lengkap kandungan gizinya.

Memberi makan anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) memang gampang-gampang susah. Kalau si anak punya nafsu makan tinggi, orang tua tidak bakal repot. Diberi makan apa saja balita itu akan menyantapnya dengan lahap. Sebaliknya, anak balita yang bernafsu makan rendah atau susah makan, membuat orang tua sering kewalahan, bahkan hampir kehilangan akal untuk membujuknya makan.

Berbagai jenis makanan dicobakan. Reaksi si anak cuma membuang kembali makanan di mulutnya bila tidak sesuai kesukaannya. Celakanya, makanan kesukaannya justru kurang bergizi. Padahal, variasi makanan sangat perlu. Kalau keadaan ini berlanjut bisa-bisa si anak menderita kurang makan dan kurang gizi, sehingga mudah sakit. Akibat semua itu proses tumbuh kembangnya menjadi tidak normal. Yang paling merisaukan, bila ia menjadi bagian dari generasi tanpa masa depan (lost generation).

Meningkatkan nafsu makan

Untunglah ada hasil penelitian Y. Widodo. Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi di Bogor ini, tahun lalu membawa kabar gembira bagi para orang tua yang memiliki anak kurang energi protein (KEP). Ia melaporkan bahwa pemberian madu secara teratur setiap hari dapat menurunkan tingkat morbiditas (panas dan pilek) dan memperbaiki nafsu makan anak balita.

Penelitian dilakukan terhadap balita pasien Klinik Gizi, Puslitbang Gizi, yang menderita kurang energi protein (KEP) akibat krismon. Ada 51 balita usia 13 - 36 bulan yang terlibat dalam penelitian. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, pertama Kelompok Madu (25 orang) sebagai sampel, dan kedua Kelompok Sirop (26 orang) sebagai kontrol. Kedua kelompok sama-sama diberi tambahan vitamin B-kompleks dan vitamin C (50 mg).

Indikator yang diamati antara lain data antropometri (umur, bobot badan, tinggi/panjang badan), sosial-ekonomi, recall konsumsi, riwayat kesehatan anak pada saat sebelum, selama, dan sesudah perlakuan sekitar dua bulan.

madu-dan-gizi-balitaHasil penelitian menunjukkan, tingkat morbiditas terhadap panas dan pilek kelompok madu atau sampel menurun, nafsu makan meningkat, porsi dan frekuensi makan bertambah, sehingga konsumsi energi dan protein mereka juga meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat sirop.

Manfaat kesehatan pemberian madu yang tampak dalam penelitian tersebut antara lain disebabkan oleh dua hal. Pertama, madu merupakan makanan yang mengandung aneka zat gizi sedangkan gula hanya mengandung energi atau kalori. Kedua, madu ternyata juga mengandung senyawa yang bersifat antibiotik.

Mengandung faktor pertumbuhan

Kandungan gizi utama madu adalah aneka senyawa karbohidrat seperti gula fruktosa (41,0%), glukosa (35%), sukrosa (1,9%), dan dekstrin (1,5%). Karbohidrat madu ikut menambah pasokan sebagian energi yang diperlukan balita.

Kadar protein dalam madu relatif kecil, sekitar 2,6%. Namun kandungan asam aminonya cukup beragam, baik asam amino esensial maupun non-esensial. Asam amino tersebut turut pula memasok sebagian keperluan protein tubuh balita.

madu-dan-gizi-balitaVitamin yang terdapat dalam madu antara lain vitamin B1, vitamin B2, B3, B6, dan vitamin C. Sementara mineral yang terkandung dalam madu antara lain kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor, dan sulfur. Meskipun jumlahnya relatif sedikit, mineral madu merupakan sumber ideal bagi tubuh manusia karena imbangan dan jumlah mineral madu mendekati yang terdapat dalam darah manusia.

Penelitian menunjukkan, madu juga mengandung faktor pertumbuhan. Dilaporkan, stek batang pohon yang dicelupkan dalam madu akan lebih cepat berakar dan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan stek yang ditanam tanpa perlakuan madu.

Madu juga mengandung zat antibiotik. Kandungan ini merupakan salah satu keunikan madu. Penelitian Peter C. Molan (1992), peneliti dari Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, di Hamilton, Selandia Baru membuktikan, madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai patogen penyebab penyakit.

Beberapa penyakit infeksi berbagai patogen yang dapat “disembuhkan” dan dihambat dengan (minum) madu secara teratur antara lain penyakit lambung dan saluran pencernaan; penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk dan demam; penyakit jantung, hati, dan paru; penyakit-penyakit yang dapat mengganggu mata, telinga, dan syaraf.

Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine, Universiti of Malaya, di Kualalumpur, paling tidak ada empat faktor yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri pada madu. Pertama, kadar gula madu yang tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan berkembang.

Kedua, tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya sehingga bakteri tersebut merana atau mati. Ketiga, adanya senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme patogen. Dan faktor keempat, adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri. Senyawa organik tersebut tipenya bermacam-macam. Yang telah teridentifikasi antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida.

Takaran minum madu

Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dari madu, cairan manis yang menjadi cadangan makanan koloni lebah ini harus dikonsumsi secara teratur. Dalam penelitian Widodo tersebut balita sampel diberi madu sebanyak 20 gram setiap hari. Madu tersebut tidak dianjurkan untuk bayi usia 0 - 4 bulan, karena makanan pertama dan yang utama untuk mereka adalah air susu ibunya (ASI). Setelah usia 4 bulan baru boleh diberi madu seiring dengan pemberian makanan tambahan sesuai anjuran.

Menurut Muhilal, 2-3 sendok makan madu 2 X sehari sudah cukup memadai untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh. Namun untuk penyembuhan atau pengobatan, madu lebih baik dikonsumsi dalam bentuk larutan dalam air karena akan memudahkan penyerapannya di dalam tubuh. Madu tersebut sebaiknya dikonsumsi dua jam sebelum makan atau tiga jam sesudah makan.

Selain menambahkan madu pada menu makanan balita secara teratur, tentu saja berbagai upaya kesehatan lainnya seperti pengobatan medis, pemberian makanan tambahan, dan imunisasi umum, harus pula dilakukan. Upaya tersebut akan lebih mempercepat upaya pemulihan kesehatan dan perbaikan gizi balita, terutama yang susah makan, sehingga mereka terhidar kemungkinan menjadi generasi tanpa masa depan.
Share This Post

Categories: Anak-anak, Indonesian, Referensi

Related Headlines:

* Makanan Bayi (bagian 2)
* Kandungan Gizi Minyak Ikan
* Asam Lemak Omega-3 Untuk Kecerdasan (bagian 3)
* Suplemen Seng Untuk Anak Hiperaktif
* Tips Kesehatan Bayi dan Balita

1. Mengenal Balita
Secara harfiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia diatas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya. Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan umumnya anak usia lebih dari satu tahun mulai menerima makanan padat seperti orang dewasa

Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Menurut Persagi (1992), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “ batita “ dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia “ prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.
2. Karakteristik Batita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak batita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering
3. Karakteristik Usia Prasekolah
Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya ( Persagi, 1992 ).Masa ini juga sering dikenal sebagai “ masa keras kepala “. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi.
Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak.
4. Peran Makanan Bagi Balita
a. Makanan sebagai sumber zat gizi
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat pembangun , dan zat pengatur.
1) Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat , lemak, dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif lebih besar daripada orang dewasa.
2) Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang aus atau rusak.
3) Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur.
a) Vitamin, baik yang larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C ) maupun yang larut dalam lemak ( vitamin A, D, E, dan K ).
b) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
c) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.
5. Kebutuhan Gizi Balita
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS).
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
( lihat daftar tabel I )
b. Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil. ( lihat daftar tabel II)
c. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia. (lihat daftar tabel III )
6. Beberapa Hal Yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi
Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak Balita antara lain sebagai berikut:
a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan anak balita.
Menurut Dr. Soegeng Santoso, M.pd, 1999, masalah gizi Karen akurang pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak menurunkan komsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapae menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.
c. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan, ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.
Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam, dan jenis makanan protein lainnya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare malah dipuasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan seperti ini akan memperburuk gizi anak. ( Dr. Harsono, 1999).
d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawatnya secara baik.
Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa 2 tahun itu ibu sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan menjadi berkurang.akan tetapi air susu ibu ( ASI ) yang masih sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar.
Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI, yang kadang-kadang mutu gizi makanan tersebut juga sangat rendah, dengan penghentian pemberian ASI karena produksi ASI berhenti, akan lebih cepat mendorong anak ke jurang malapetaka yang menderita gizi buruk, yang apabila tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan kematian. Karena alasan inilah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki gizi juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan kehamilan.
f. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan
Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan..
g. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah: diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. ( Dr. Harsono, 1999).
7. Akibat Gizi yang Tidak Seimbang
a. Kekurangan Energi dan Protein (KEP)
Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein.
1) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi
2) Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan
3) Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam usus terganggu
4) Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang tidak diimbangi dengan asupan yang memadai.
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu.Gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting, yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika kekurangna ini bersifat menahun ( kronik), artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi kedaan stunting. Stunting , yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus. ( penjelasan lihat daftar tabel IV )
Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan menjadi tiga bentuk.
1) Marasmus
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang tua.Bentuk ini dikarenakan kekurangan energi yang dominan.

2) Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela- sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubuhnya mengalami pengurusan ( wasting ). Edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut ( mendadak ), misalnya karena penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.
3) Marasmik-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
b. Obesitas
Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Menurut Aven-Hen (1992), obesitas sering ditemui pada anak-anak sebagai berikut:
1) Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.
2) Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.
3) Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.
4) Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai keinginan orangtua.
5) Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.
8. Penyebab Balita Kurang Nafsu makan:
a. Faktor penyakit organis
b. Faktor gangguan psikologi
Anak akan kehilangan nafsu makan karena hal-hal sebagai berikut:
1) Air Susu Ibu yang diberikan terlalu sedikit sehingga bayi menjadi frustasi dan menangis
2) Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/ takaran tertentu sehingga anak menjadi tertekan
3) Makanan yang disajikan tidak sesuai dengan yang diinginkan / membosankan
4) Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran / dosis yang diberikan tidak sesuai dengan sehingga susu yang diberikan tidak dihabiskan
5) Suasana makan tidak menyenangkan/ anak tidak pernah makan bersama kedua orang tuanya.
c. Faktor pengaturan makanan yang kurang baik
Berikut ini beberapa upaya untuk mengatasi anak sulit makan ( faktor organis, faktor psikologis, atau faktor pengaturan makanan )
1) Jika penyebabnya faktor organis, yang harus dilakukan adalah dengan menyembuhkan penyakitnya melalui dokter.
2) Jika penyebabnya faktor psikologis, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan.
(a) Makanan dibuat dengan resep masakan yang mudah dan praktis sehingga dapat menggugah selera makan anak dan disajikan semenarik mungkin.
(b) Jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanan, orangtua harus sabar saat memberi makan anak.
(c) Upayakan suasana makan menyenangkan , sebaiknya waktu makan disesuaikan denga waktu makan keluarga karena anak punya semangat untuk menghabiskan makanannya dengan makan bersama keluarga (orangtua)
(d) Pembicaraan yang kurang menyenangkan terhadap suatu jenis makanan sebaiknya dihindari dan ditanamkan pada anak memilih bahan /jenis makanan yang baik.

Jika penyebabnya adalah faktor pengaturan makanan maka dapat dilakukan beberapa hal berikut ini.
(a) Diusahakan waktu makan teratur dan makanan diberikan pada saat anak benar-benar lapar dan haus
(b) Makanan selingan dapat diberikan asalkan makanan tersebut tidak membuat anak menjadi kenyang agar anak tetap mau makan nasi.
(c) Untuk membeli makanan jajanan sebagai makanan selingan, sebaiknya didampingi oleh orang tuanya sehingga anak dapat memilih makanan jajanan yang baik dari segi kandungan gizi maupun kebersihannya.
(d) Kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan harus diatur disesuaikan dengan kebutuhan/kecukupan gizinya sehingga anak tidak menderita gizi kurang atau gizi lebih.
(e) Bentuk dan jenis makanan yang diberikan harus disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

B. Defenisi Operasional
1. Variabel Dependen
Gizi kurang pada Balita : Gizi pada Balita yang tidak mencukupi antara asupan dengan kebutuhannya.
2. Variable Independen
a. Pengetahuan Ibu : Kurangnya pengetahuan ibu dan keterampilan yang mempengaruhi gizi di bidang memasak, konsumsi anak, keragaman bahan makanan.
b. Prasangka Buruk : Anggapan terhadap jenis makanan tertentu yang bisa mempengaruhi gizi, misalnya anggapan terhadap anak kecil yang suka makan Ikan bisa menyebabkan cacingan.
c. Pantangan : Pantangan terhadap makanan tertentu yang telah menjadi kebiasaan yang mempengaruhi gizi, misal pantangan terhadap anak yang suka makan daging yang biasanya terjadi didaerah pedesaan.
d. Kesukaan yang berlebihan : Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu yang mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zatgizi yang diperlukan.Misal kesukaan yang berlebihan terhadap coklat
e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat : Jarak antara dua kelahiran yang terlalu rapat yaitu kurang dari 1 tahun.
f. Sosial ekonomi : tingkat penghasilan keluarga yang mempengaruhi status gizi kurang pada Balita yang dihubungkan dengan jumlah anggota keluarga.g. Penyakit pada anak : Penyakit yang diderita oleh anak yang menyebabkan terganggunya status gizi Balita.

Diposkan oleh Jhon Adventure di 10:30 PM
Label: BALITA, GIZI

Enam Langkah Membuat Status Gizi Balita Meningkat


Jumat, 28 September, 2001 oleh: Siswono
Enam Langkah Membuat Status Gizi Balita Meningkat
Gizi.net - BOGOR—Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan menemukan sebuah konsep bagaimana menanggulangi masalah kekurangan gizi pada anak balita. Peneliti Puslitbang Gizi Bogor, Trintrin Tjukani Mkes Selasa lalu menjelaskan, ada enam tahap dalam konsep yang diujicobakan melalui sebuah penelitian di Kabupaten Pandeglang Banten.

Pertama, pengorganisasian masyarakat. Kedua, pelatihan. Ketiga, penimbangan balita. Keempat, penyuluhan gizi. Kelima, pemberian makanan tambahan. Dan keenam, penggalangan dana.

“Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji konsep tersebut. Sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu model pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi KEP (Kurang Energi Protein) pada balita. Kemudian bisa diimplementasikan ke daerah lain,” ujarnya dalam Diseminasi Hasil Penelitian Puslitbang Gizi di Bogor.

Uji coba dilakukan di enam desa di tiga kecamatan. Masing-masing desa diwakili oleh satu posyandu sebagai lokasi penelitian. Sedang sampel diambil tokoh masyarakat yang menjadi pengurus pengentasan KEP, anaka balita yang menderita KEP, dan ibu balita yang menderita KEP.

Mula-mula, sesuai dengan tahapan dalam konsep, dibentuklah organisasi pengurus pengentasan KEP pada balita di enam desa tersebut. Pengurus ini di masing-masing desa terdiri dari lima orang yang mewakili beberapa unsur dalam masyarakat. Mulai dari tokoh agama sampai pamong desa. Dalam pelaksanaan selanjutnya pengurus yang aktif akan bertambah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan.

Kemudian dilakukan pelatihan kepada para pengurus tersebut. Pelatihan itu meliputi pengetahuan gizi, penyuluhan gizi, penyelenggaraan PMT (pemberian makanan tambahan), dan bagaimana cara menggalang dana untuk pengadaan PMT ini.

Agar efisien, pelatihan dilakukan serentak untuk enam desa, dilaksanakan di kota kabupaten dengan melibatkan bidan desa serta tenaga pelaksana gizi. Tidak lupa para peserta pelatihan diberi buku panduan.

Selanjutnya, setelah para pengurus ini terjun ke lapangan, dilakukanlah evaluasi hasil. Caranya dengan menimbang anak balita secara berkesinambungan setiap bulan selama tiga bulan. Pada awal penelitian ditemukan 87 anak balita yang menderita KEP. Kemudian semua anak balita yang menjadi sampel penelitian ini diberi makanan tambahan setiap hari selama tiga bulan.

Makanan tambahan dibuat oleh pengurus secara bergantian dan diberikan kepada anak dengan cara diambil dan dimakan di rumah kader. Bila ada balita tidak datang, makanan tersebut diantar ke rumah balita yang bersangkutan oleh kader. Makanan tambahan tersebut bisa berupa bubur, kolak atau nasi dengan lauk-pauk, atau kue-kue. Yang penting asupan energi dan proteinnya per porsi mencapai 300 sampai 400 kalori dan 3,5 sampai 10 gram protein.

Pelaksanaannya sendiri bervariasi. Ada desa yang bisa menyelenggarakan 10 hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan tiga hari sekali. Ada juga yang menyelenggarakan dua hari sekali. Sedang yang lain, dua kali seminggu dan sekali seminggu.

Ketika pemberian makanan tambahan dilakukan, pengurus harus memberikan pula penyuluhan gizi kepada ibu balita. Ini agar ada kesinambungan setelah program selesai.

Soal dana, di bulan pertama disediakan oleh lembaga penelitian. Besarnya Rp 1.000 per anak per hari. Lalu pada bulan kedua, setelah mereka diberi pengetahuan bagaimana cara menggalang dana sendiri, mereka dilepaskan. Cara menggalang dana bisa lewat posyandu, majelis ta’lim, atau ada donatur desa. Dari enam desa yang diteliti, kata Trintrin, lima desa ternyata sudah bisa memberikan PMT secara swadaya pada bulan kedua dan ketiga.

Dari penelitian ini, kata Trintrin, disimpulkan bahwa konsep ini bisa meningkatkan status gizi balita dengan tingkat keberhasilan 50 persen, bahkan lebih. Buktinya, lanjut Trintrin, pada awal penelitian ada 90,6 persen anak dengan status gizi kurang dan 9,4 persen dengan status gizi buruk. Pada akhir penelitian tidak ada lagi anak balita dengan status gizi buruk. Sedang balita dengan status gizi kurang turun menjadi 45,3 persen.*mal

Sumber : Republika, Kamis, 27 September 2001