MyLife

Indahnya Kehidupan

Written by webmaster
Jan 10, 2008 at 09:32 PM

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Di Indonesia sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Bahkan pada puncak acara peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak Indonesia (Direktorat PAUD, 2004).



PAUD Berbasis Aqidah Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam,(2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.

Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.

Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri- ciri yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya.

Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu, implementasi pendidikan anak usia dini adalah PAUD BAI.

Pihak-Pihak yang Berperan dalam PAUD

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga. Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing?masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi.

Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi masyarakat seperti majelis ta’lim, mempunyai peran dalam melahirkan generasi berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar. Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas, generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi.

Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar?besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.

Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara?cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka tidak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggungjawab negara.

KabarIndonesia - “Ma….Rico nggak masuk sekolah ya….Rico pusing,” kata Rico pada Mamanya saat beberapa menit hendak berangkat sekolah. Keluhan ini muncul sudah beberapa kali dan selalu mendekati waktu akan berangkat sekolah. Rico adalah siswa kelas 6 Sekolah Dasar di sebuah sekolah favorit di Yogyakarta. Sudah hamper dua bulan Rico berperilaku seperti itu, menolak untuk berangkat ataupun masuk sekolah. Kalaupun sudah sampai sekolah, Rico ingin pulang ke rumah.

Penolakan untuk ke sekolah adalah sebuah wacana pendidikan yang memang ada dan harus menjadi perhatian bersama. Anak-anak yang menolak untuk masuk sekolah kadangkala oleh orang dewasa diasumsikan bahwa dia anak malas dan hanya ingin membolos. Tetapi penolakan anak merupakan salah satu sinyal penting bagi kita. Menolak sekolah atau disebut juga school refusal adalah permasalahan yang memberikan tekanan yang besar terhadap anak, orang tua, dan staf sekolah. Kegagalan hadir untuk sekolah memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang yang signifikan terhadap perkembangan sosial, emosional, dan perkembangan pendidikan pada anak. Misalnya, prestasi anak menjadi merosot dan mengalami kegagalan pada berbagai mata pelajaran sehingga dapat mengancam keberlangsungan anak untuk bersekolah.

Meskipun munculnya kesulitan secara emosional untuk hadir ke sekolah menjadi label yang biasa muncul bagi school refusal, digambarkan anak juga menunjukkan gangguan emosional yang signifikan mempengaruhi kehadirannya, misalnya dengan ketakutan yang besar, tantrum atau rewel, atau mengeluh mengenai perasaan yang tidak enak. Selama jam sekolah anak memilih berada di rumah dengan diketahui oleh orang tua atas ketidakhadiran mereka. Kebanyakan anak-anak yang mengalami school refusal tingkat kecerdasannya berada di atas rata-rata, yang menunjukkan bahwa tidak mengalami masalah akademik jika tidak muncul masalah tersebut. Ketakutan berada di sekolah mungkin berkaitan dengan pengalaman anak ketika pertama kali meninggalkan rumah, terlibat dengan dengan anak lain yang tidak dikenal, mengalami ancaman terhadap kegagalan.

Beberapa anak merasa takut ke sekolah karena mereka takut menjadi bahan tertawaan, ejekan, atau bullying dari anak yang lainnya, atau mendapat kritikan atau pendisiplinan dari guru. Disfungsi dalam keluarga juga dapat menjadi penyebab munculnya masalah ini. Misalnya adalah adanya ketergantungan yang tinggal pada anak, adanya kedekatan yang sedikit dalam keluarga, atau keluarga yang terisolasi dari kehidupan orang lain atau tingginya konflik dalam keluarga. Sehingga, dampak dari semua peristiwa yang tidak mengenakan bagi anak pada akhirnya memunculkan perilaku menolak sekolah yang memberikan dampak baik jangka pendek maupun panjang dalam dunia akademik si anak. School refusal menunjukkan ketidakhadiran anak yang hampir sama dengan membolos, tetapi terdapat perbedaan kriteria yaitu:

School Refusal kriterianya;
- Adanya beberapa tekanan emosional berkaitan dengan kehadiran ke sekolah; meliputi kecemasan, temper tantrum, depresi, atau gejala somatik.
- Orang menyadari adanya ketidakhadiran ke sekolah; anak biasanya mencoba untuk membujuk orang tua untuk menemani mereka di rumah dan orang tahu mengenai ketidakhadiran anak
- Tidak terlibat dalam perilaku anti sosial yang signifikan seperti kenakalan.
- Selama waktu sekolah, anak biasanya tinggal di rumah karena merasa lingkungan rumah lebih aman dan nyaman.
- Anak memiliki keinginan untuk menyelesaikan tugas sekolah dan melengkapi pekerjaan sekolah di rumah.

Membolos kriterianya;
- Kecemasan yang tidak berlebihan atau ketakutan yang tidak berlebihan terhadap kehadiran ke sekolah.
- Anak biasanya menyembunyikan ketidakhadiran dari orang tuanya.
- Sering melakukan perilaku anti sosial meliputi kenakalan dan aktivitas merusak (mencuri, berbohong. Biasanya masuk dalam kelompok yang anti sosial).
- Selama jam sekolah, anak lebih sering tidak berada di rumah.
- Kurangnya ketertarikan terhadap pekerjaan rumah dan ketidakinginan untuk terlibat dalam bidang akademik dan perilaku yang diharapkan.

Penolakan anak untuk sekolah merupakan masalah yang perlu digali lebih dalam sehingga dapat ditemukan penyebab dan dapat dilakukan penanganan yang tepat. Sehingga, anak dapat berfungsi secara maksimal dan potensi anak dapat berkembang dengan baik. Ketakutan atau kecemasan anak untuk hadir di sekolah dapat berkurang atau bahkan hilang sehingga ia dapat beraktivitas dengan baik. Mereka tidak lagi mengalami ketinggalan pelajaran dari anak-anak yang lainnya.